9 Jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya disebut jual beli .. a. Garar b. Fasid c. Batil d. Sahih 10. Jual beli yang syarat dan rukunnya tidak terpenuhi disebut .. a. Garar b. Fasid c. Batil d. Sahih 11. Jual beli yang syarat dan rukunnya terpenuhi tetapi ada hal-hal yang menyebabkan jual beli itu terlarang disebut .. a. Garar b. Fasid c Jikasudah ada penjual, pembeli, dan barang yang mereka transaksikan, maka harus ada kesepakatan harga. Harga ini, harus terbuka dan diketahui oleh kedua pihak. Jika ada pihak yang tak sepakat dengan harga, maka jual beli tak tidak sah. 4. Akad atau serah terima. Akad ini menunjukkan bahwa penjual dan pembeli sudah akur. makajual beli seperti itu tidak dibolehkan dan tidak sah.4 2. Dasar Hukum Jual Beli (al-bai῾) Jual beli merupakan perbuatan kebajikan yang telah disyariatkan dalam Islam, hukumnya boleh. Mengenai transaksi jual beli ini banyak disebut dalam al-Qur‟an, hadits serta ijma‟. Ayat-ayat al-Qur‟an dan hadist yang berkenaan dengan transaksi Jualbeli dalam istilah fiqih disebut dengan al-Bay‟ yang berarti menjual, menganti, dan menukar sesuatu dengan yang lain. al-Bay‟ dalam bahasa arab terkadang digunakan untuk pengertian lain, yakni kata al-syra‟(beli). Dengan demikian kata al-Bay‟ berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti jual beli. (Nasrun, 2000, h. Salahsatu macam jual beli adalah jual beli yang sah tetapi terlarang, jual beli tersebut dikatakan sah karena telah memenuhi syarat dan rukunnya, tapi dikatakan juga terlarang, karena adanya faktor yang merugikan pihak lain. Manakah di bawah ini yang termasuk jual beli tersebut? Jual beli minuman wisky yang terjadi di pinggiran warung jalan Syaratsyarat ini terbagi dalam dua jenis yaitu syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli dan. Berikut ini adalah rukun jual beli dalam Islam. Islam telah mensyariatkan jual beli dengan dalil yang berasal dari A-Quran sunnah ijma dan qiyas analogi. Dalam jual beli barang Ribawi ada 2 syarat utama dalam menjalankannya antara lain. . - Simak bentuk-bentuk jual beli yang terlarang dalam Islam di artikel ini. Jual beli adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan manusia untuk mempertahankan kehidupan mereka di tengah-tengah masyarakat. Pada masa sekarang, tempat dan cara berjual beli mengalami perubahan. Jual beli yang biasa dilakukan sehari-hari menggunakan mata uang sebagai alat tukar yang sah. Namun, dalam Islam terdapat bentuk-bentuk jual beli yang terlarang. Lalu, apa saja bentuk-bentuk jual beli yang terlarang dalam Islam? Baca juga Apa Itu Jual Beli? Berikut Pengertian, Hukum, Macam-macam, Rukun dan Syaratnya Baca juga Apa itu Pinjam Meminjam? Berikut Pengertiannya Lengkap dengan Hukum, Syarat dan Rukunnya Dikutip dari buku siswa Fikih Madrasah Ibtidaiyah Kelas VI, berikut bentuk-bentuk jual beli yang terlarang dalam Islam Bentuk-bentuk Jual Beli yang Terlarang dalam Islam Jual beli yang sah tapi terlarang apabila memenuhi syarat dan rukun tetapi melanggar larangan-larangan syara' atau merugikan kepentingan umum. Berikut bentuk-bentuk jual beli yang terlarang 1. Jual beli yang tidak sah karena kurang syarat rukun a. Jual beli dengan sistem ijon Jual beli dengan sistem ijon adalah jual beli yang belum jelas barangnya. Contohnya buah-buahan yang masih muda, padi yang masih hijau yang mungkin dapat merugikan orang lain. - Jual beli online merupakan salah satu perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang membuat selangkah lagi lebih maju. Jual beli kini tidak lagi barter barang atau barter dengan alat pembayaran, tapi sudah berlangsung secara digital online.Pembayaran jual beli online pun telah mengadopsi pembayaran secara transfer atau lewat dompet jual beli ini sangat menguntungkan dan memudahkan banyak orang. Pembeli tidak perlu lagi harus tatap muka dengan penjual, karena barang dapat dikirimkan ke alamat setelah pembayaran dilakukan. Hanya saja, bagaimana Islam menyikapi hukum dari jual beli online ini? Dikutip laman NU Online, jual beli online diperbolehkan. Akad jual beli dalam transaksi jual beli melalui perangkat elektronik juga sah. Namun, catatannya, kedua pihak sebelum transaksi harus sudah melihat barang yang diperjualbelikan mabi' atau sudah jelas hingga jenisnya. Problematika yang pernah dibahas dalam forum Bahtsul Masail Muktamar NU ke-32 di Makasar tahun 2010 tersebut turut menjelaskan, hal yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan yaitu syarat dan rukun jual beli. Syarat dan rukun pada akad jual beli online tetap harus terpenuhi. Dalam situs Pimpinan Wilayah Muhammadiyah PWMU, pada akad jual beli online saat ini terdapat kesesuaian dengan transaksi jual beli Jual Beli dalam Islam Transaksi inden pernah diperbolehkan di zaman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Berikut dalil yang melandasinya وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُما قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ السَّلَفَ الْمَضْمُونَ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى قَدْ أَحَلَّهُ اللهُ فِي الْكِتَابِ وَأذِنَ فِيهِ، قَالَ اللهُ عزَّ وجل {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ} Ibnu Abbas RA berkata, "Aku bersaksi bahwa jual beli inden yang terjamin sampai batas waktu tertentu telah dihalalkan dan diizinkan Allah subhanahu wa ta’ala dalam kitab-Nya HR Hakim No. 3130; Baihaqi No. 10864; Abdurrazaq No. 14064; Ibnu Abi Syaibah No. 22319 Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian saling utang dalam waktu yang ditentukan, maka tulislah' QS. Al-Baqarah 282. وَعَنْ نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ رضي الله عنهما اشْتَرَى رَاحِلَةً بِأَرْبَعَةِ أَبْعِرَةٍ مَضْمُونَةٍ عَلَيْهِ, يُوفِيهَا صَاحِبَهَا بِالرَّبَذَة Nafi’ berkata, "Ibnu Umar membeli kendaraan senilai empat unta yang terjamin, akhirnya ditepati oleh pembelinya dan diserahkannya di Rabadzah." HR Malik 1331; Baihaqi 10311. Kejujuran penjual atas barang yang ditransaksikanSyarat sah jual beli yaitu adanya penjual, pembeli, dan barang yang ditransaksikan. Pada jual beli online, keberadaan penjual dan pembeli merupakan hal yang nyata. Hanya saja, barangnya tidak bisa dilihat langsung oleh pembeli. Jika pembeli dapat melihat barang yang hendak dibelinya, maka dia bisa mengetahui wujud, bentuk, hingga sifat barangnya. Aktivitas ini untuk mencegah adanya kecurangan atau penipuan yang membuat transaksi menjadi terlarang menurut Islam. Ibnu Abbas ra. berkata, "Ketika Nabi SAW sampai di Madinah, beliau menyaksikan umat jual beli inden pada kurma." Dalam riwayat lain, "Mereka jual beli inden pada kurma dalam durasi dua atau tiga tahunan. Lalu beliau melarang. Sabdanya, 'Yang jual beli inden supaya melakukan dalam takaran yang dimaklumi, timbangan yang dimaklumi, dan durasi waktu yang juga dimaklumi'." HR Bukhari No. 2124, 2126; Muslim No. 1604; Abu Dawud No. 3463; Tirmidzi No. 1311; Nasa'i No 4616; dan Ahmad No. 1868 Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya para pedagang itu adalah kaum yang fajir suka berbuat maksiat." Para sahabat heran dan bertanya, “Bukankah Allah telah menghalalkan praktek jual beli, wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Benar, namun para pedagang itu tatkala menjajakan barang dagangannya, mereka bercerita tentang dagangannya kemudian berdusta, mereka bersumpah palsu dan melakukan perbuatan-perbuatan keji.” Musnad Imam Ahmad 31/110 Dalam jual beli online, pembeli masih bisa melihat foto atau video dari barang yang ditawarkan penjual. Namun, dirinya tidak bisa mengetahui sifat dari barang tersebut. Pada masalah inilah, penjual dituntut untuk jujur dalam menjelaskan sifat dari barang yang dijualnya. Dengan menjelaskan sifat barang apa adanya, pembeli dapat mengetahui seperti apa nantinya kondisi barang yang dibeli dan ridho atasnya. Kejujuran menjadi hal sangat penting dalam menawarkan barang dagangan. Secara umum, jual beli online memiliki hukum halal dan diperbolehkan dalam Islam selama barang dimiliki sendiri oleh penjual. Untuk penjualan yang dilakukan dengan melalui sistem reseller/keagenan dan dropship, memiliki pembahasan hukumnya tersendiri dalam Islam. Baca juga Daftar Dalil Naqli yang Menjelaskan Makanan Haram dalam Islam Daftar Dalil Tentang Perintah Ikhlas Beramal Lafal dan Artinya Dalil Al-Quran tentang Larangan Berlaku Boros serta Lafal & Arti - Sosial Budaya Kontributor Ilham Choirul AnwarPenulis Ilham Choirul AnwarEditor Dhita Koesno Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini kami akan mencoba membahas syarat dan rukun jual beli. Semoga pembahasan ini bisa bermanfaat untuk kita adalah aktivitas yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Dengan adanya jual-beli, manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Oleh karena itu, Allah Ta’ala halalkan jual beli. Allah Ta’ala berfirman,وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا“Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba” QS. Al Baqarah 275.Namun, jual beli memiliki syarat dan rukun yang akan mempengaruhi keabsahan jual beli. Orang yang melakukan jual beli hendaknya memperhatikan terpenuhinya syarat dan rukun jual beli jual beliSyarat Jual Beli1. Adanya rida dari kedua belah pihak2. Pelaku jual-beli adalah orang yang dibolehkan untuk bertransaksi3. Yang dijual adalah harta yang bermanfaat dan mubah4. Barangnya dimiliki atau diizinkan untuk dijual5. Barang harus bisa diserahkan6. Barangnya jelas, tidak samar7. Harganya jelasDari penjelasan para ulama, bisa kita simpulkan bahwa jual beli memiliki empat rukun, yaitu1. adanya pembeli2. adanya penjual3. adanya barang4. adanya shighah atau kitab Al-Fiqhul Muyassar dijelaskan, “Rukun jual-beli ada tiga pihak yang berakad penjual dan pembeli, ma’qud alaihi barang, dan shighah. Pihak yang berakad di sini mencakup penjual dan pembeli. Sedangkan ma’qud alaihi adalah barangnya. Dan shighah adalah ijab dan qabul” Al-Fiqhul Muyassar, hal. 211.Tidak disebut jual-beli tanpa ada empat komponen di atas. Adapun penjual, pembeli dan barang yang diperjual-belikan, tentu ini mudah dipahami bahwa jual-beli tidak akan terjadi tanpa tiga hal shighah jual-beli adalah ucapan atau perbuatan yang menunjukkan adanya maksud dari kedua belah pihak untuk melakukan jual-beli. Shighah bisa berupa ucapan atau cukup dengan perbuatan. Disebutkan secara ringkas oleh Ibnu Balban ad-Dimasyqi rahimahullah dalam matan Akhsharul Mukhtasharat,ينْعَقد بمعاطاة وبإيجاب وَقبُول“Jual-beli sah dengan mu’athah adanya pertukaran barang antara penjual dan pembeli dan ijab-qabul”.Mu’athah adalah istilah lain untuk shighah fi’liyah, dan ijab-qabul adalah istilah lain untuk shighah qauliyah. Dalam kitab Al-Iqna, Al-Hajjawi rahimahullah menyebutkan,وله صورتان ينعقد بهما إحداهما الصيغة القولية وهي غير منحصرة في لفظ بعينه بلى كل ما أدى معنى البيع … والثانية الدلالة الحالية – وهي المعاطاة – تصح في القليل والكثير ونحوه“Jual beli memiliki dua bentuk. Yang pertama adalah shighah qauliyah yang tidak terhitung jenis lafadz-nya, yaitu semua lafadz yang menunjukkan maksud untuk berjual-beli .. Yang kedua adalah dalalah haliyah yaitu al–mu’athah yang sah hukumnya baik untuk barang yang sedikit ataupun banyak” Al Iqna’, 2/56-57.Dalam Al-Fiqhul Muyassar dijelaskan, “Ijab adalah lafadz yang diucapkan oleh penjual. Semisal dia berkata, “Saya jual barang ini …”. Adapun qabul, dia adalah lafadz yang diucapkan oleh pembeli. Semisal dia berkata, “Saya beli barang ini…”. Ini adalah bentuk shighah qauliyah ucapan. Shighah juga bisa berupa fi’liyah perbuatan, yaitu dengan mu’athah. Mu’athah adalah serah-terima barang. Contohnya ketika pembeli menyerahkan uang kepada penjual, lalu penjual memberikan barangnya kepada pembeli, tanpa ada perkataan apa-apa” Al-Fiqhul Muyassar, hal. 211-212.Baca Juga Hukum Jual Beli Dengan Uang MukaSyarat Jual BeliSedangkan syarat jual beli ada tujuh syarat. Ibnu Balban rahimahullah mengatakan, “Dengan memenuhi tujuh syarat [1] adanya rida antara dua pihak, [2] pelaku jual-beli adalah orang yang dibolehkan untuk bertransaksi, [3] yang diperjual-belikan adalah harta yang bermanfaat dan mubah bukan barang haram, [4] harta tersebut dimiliki atau diizinkan untuk diperjual-belikan, [5] harta tersebut bisa dipindahkan kepemilikannya, [6] harta tersebut jelas tidak samar, [7] harganya jelas” Akhsharul Mukhtasharat, hal. 164.1. Adanya rida dari kedua belah pihakSebagaimana Allah Ta’ala berfirman,يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan rida suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” QS. An Nisa 29.Syaikh Abdullah Al-Jibrin rahimahullah menjelaskan, “Jual-beli harus disertai rida dari kedua pihak. Contoh yang tidak memenuhi syarat ini adalah perampasan. Jika barang dagangan diambil tanpa keridaan pemiliknya, maka jual-beli seperti ini batal. Karena penjualnya tidak rida. Demikian juga karena penjualnya belum ridha dengan harganya. Baik perampasan ini karena pembelinya segera ingin memiliki barangnya … atau karena harga yang ditawarkan terlalu sedikit. Demikian juga, termasuk jual-beli yang batal jika pembeli dipaksa untuk membeli. Maka jual-beli seperti ini batal” Syarah Akhsharul Mukhtasharat, 25 7.2. Pelaku jual-beli adalah orang yang dibolehkan untuk bertransaksiMaksudnya, pelaku jual beli adalah orang yang baligh dan berakal sehat. Syaikh Abdullah Al-Jibrin rahimahullah menjelaskan, “Pelaku transaksi haruslah orang yang dibolehkan untuk bertransaksi. Baik penjualnya maupun pembelinya. Jika pelakunya orang yang safih dungu, atau anak kecil, atau orang gila, atau hamba sahaya, maka tidak sah para ulama membolehkan anak kecil untuk menjual atau membeli pada al-muhqarat barang-barang yang nilainya kecil. Anak kecil di bawah 10 tahun atau sekitar itu jika datang kepada Anda dengan membawa 1 atau 5 riyal, lalu ingin membeli sesuatu dari anda, maka penuhilah. Karena bentuk transaksi yang seperti ini sah berdasarkan urf. Karena secara umum, bentuk transaksi seperti ini dianggap wajar dalam urf. Adapun jika anak kecil membawa uang yang banyak seperti 50 atau 100 riyal, maka hukum asalnya ini bukan atas perintah walinya. Yaitu dia mengambil uang dari walinya tanpa izin, sehingga transaksi seperti ini tidak sah” Syarah Akhsharul Mukhtasharat, 25 8.Baca Juga Adakah Batasan Keuntungan Dalam Jual Beli?3. Yang dijual adalah harta yang bermanfaat dan mubahBarang yang diperjual-belikan haruslah berupa al-maal. Dan suatu hal disebut dengan al-maal, jika ia memiliki nilai manfaat dan mubah boleh digunakan.Syaikh Abdullah Al-Jibrin rahimahullah menjelaskan, “Barang yang diperjual-belikan haruslah berupa al-maal. Dan al-maal adalah semua yang mengandung manfaat dan mubah. Maka tidak boleh menjual sesuatu yang tidak bermanfaat. Atau, yang bermanfaat namun haram digunakan, seperti khamr. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا“Judi dan khamr mengandung manfaat bagi manusia. Namun dosanya lebih besar dari manfaatnya” QS. Al Baqarah 219.Demikian juga tidak boleh menjual barang yang manfaatnya tidak mutlak, seperti anjing. Karena walaupun anjing mengandung manfaat untuk menjaga ladang dan berburu, namun manfaat ini hanya sifatnya khusus bagi orang yang membutuhkan saja. … Dan dibolehkan menjual barang yang bermanfaat walaupun haram dimakan. Seperti menjual keledai jinak, manfaatnya termasuk mubah. Dan secara urf, manusia membutuhkannya untuk membawa barang atau untuk ditunggangi. Walaupun memang dia haram dimakan. Maka memperjual-belikannya boleh” Syarah Akhsharul Mukhtasharat, 25/9.4. Barangnya dimiliki atau diizinkan untuk dijualDari Hakim bin Hizam radhiallahu’anhu, ia berkata,يا رسول الله يأتيني الرجل فيسألني البيع ليس عندي ، أبيعه منه ثم أبتاعه له من السوق ؟ فقال لا تبع ما ليس عندك“Wahai Rasulullah, seseorang datang kepadaku, lalu ia memintaku untuk menjual barang yang belum aku miliki. Yaitu saya membelinya dari pasar lalu aku menjual barang tersebut kepadanya. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam lalu bersabda, “Jangan Engkau menjual barang yang bukan milikmu” HR. Tirmidzi no. 1232, disahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi.Maka barang yang diperjual-belikan haruslah dimiliki terlebih dahulu atau ia milik orang lain namun diizinkan untuk dijual. Syaikh Abdullah Al-Jibrin rahimahullah menjelaskan, “Barang yang dijual harus dimiliki atau diizinkan untuk dijual. Contoh yang tidak memenuhi syarat ini adalah jika seseorang menjual barang yang bukan miliknya. Maka janganlah seseorang menjual kambing milik orang lain, atau rumah milik orang lain, walaupun rumah itu milik ayahnya atau ibunya. Kecuali jika ia dijadikan sebagai wakil dan diizinkan untuk menjualnya. Maka ketika itu ia berposisi sebagai pemilik barangnya” Syarah Akhsharul Mukhtasharat, 25 10.Namun, syarat ini berlaku untuk barang yang mu’ayyan spesifik bukan pada barang yang maushuf. Syaikh Abdullah Al Jibrin rahimahullah menjelaskan,وهذا يعتبر من الشروط المشهورة، وهو كون البائع مالكاً للعين أو وكيلاً في تلك العين مأذوناً له فيها“Syarat ini adalah syarat yang dikenal para ulama. Yaitu, penjual berlaku sebagai pemilik barang yang spesifik atau ia wakil dari barang yang spesifik tersebut yang diizinkan untuk menjualnya” Syarah Akhsharul Mukhtasharat, 25 10.Contohnya, “mobil merah milik pak Prasetyo”. Ini contoh barang yang spesifik. Maka tidak boleh dijual kecuali oleh pak Prasetyo atau sebagai wakil dari pak menjual barang yang maushuf hanya disebutkan sifat-sifatnya saja, tidak spesifik, maka tidak harus dimiliki terlebih dahulu. Seperti pada akad salam. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan,السلم هو على شيء موصوف في الذمة ، فالفرق أن قوله صلى الله عليه وسلم لا تبع ما ليس عندك يقصد المعين .أما الموصوف في الذمة فهذا غير معين . ولهذا نطالب الذي باع الشيء الموصوف بالذمة ، نطالبه بإيجاده على كل حال“Akad salam itu menjual barang yang maushuf fi dzimmah dideskripsikan sifatnya dengan tempo tertentu. Bedanya dengan sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam jangan menjual yang belum menjadi milikmu, yang dimaksud dalam hadis ini adalah barang yang sudah ada dan spesifik. Adapun barang yang maushuf fi dzimmah itu tidak spesifik. Oleh karena itu, orang yang menjual dengan akad salam diminta untuk menghadirkan barang yang dideskripsikan tersebut dengan bagaimana pun caranya.” Syarhul Kafi fi Fiqhil Imam Ahmad, 1 1274, Asy Syamilah.5. Barang harus bisa diserahkanSyaikh Abdullah Al-Jibrin rahimahullah menjelaskan, “Barang yang diperjual-belikan harus bisa diserahkan. Jika tidak bisa diserahkan, maka tidak sah akadnya. Para ulama mencontohkan dengan jual beli unta yang kabur. Secara umum, unta yang kabur itu tidak bisa ditemukan lagi. Terkadang bisa dikejar dengan kuda, namun tidak bisa ditangkap. Andaikan bisa dikejar dengan kuda, biasanya unta akan mengalahkan kudanya. Terkadang unta akan menendangnya sampai terjatuh. Maka para ulama mengatakan tidak boleh menjual unta yang kabur … Demikian juga menjual budak yang kabur. Karena dia tidak mungkin untuk diserahkan. Demikian juga menjual burung yang terbang di udara” Syarah Akhsharul Mukhtasharat, 25 11.6. Barangnya jelas, tidak samarDari Abu Hurairah radhiallahu ’anhu, ia berkata,نَهَى رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ عن بَيْعِ الحَصَاةِ، وَعَنْ بَيْعِ الغَرَرِ“Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam melarang jual beli dengan mengundi kerikil dan melarang jual beli gharar” HR. Muslim no. 1513.Jual beli gharar adalah jual beli yang terdapat unsur ketidak-jelasan. Maka barang yang diperjual-belikan harus jelas. Syaikh Abdullah Al-Jibrin rahimahullah menjelaskan, “Barang yang dijual harus bisa dilihat atau jelas sifat-sifatnya. Contoh barang yang bisa dilihat seperti unta, dia bisa dilihat dan diperhatikan. Juga seperti pakaian yang bisa dibolak-balik untuk dicek. Juga seperti kuali yang bisa diangkat dan diperhatikan untuk dicek. Juga seperti buku yang bisa dibolak-balik lembarannya dan bisa dikenali. Maka menjual barang-barang seperti ini hukumnya sah setelah dilihat dan dibolak-balik dicek.Adapun barang yang tidak ada di tempat, maka harus disebutkan sifat-sifatnya secara detail sehingga tidak mungkin salah atau tertukar” Syarah Akhsharul Mukhtasharat, 25 12.7. Harganya jelasSyaikh Abdullah Al-Jibrin rahimahullah menjelaskan, “Harga barang harus diketahui. Karena harga adalah salah satu dari al-iwadh yang ditukarkan dalam jual-beli. Dan al-iwadh itu harus jelas bagi kedua pihak. Maka uang yang harus dibayarkan oleh pembeli haruslah jelas” Syarah Akhsharul Mukhtasharat, 25 13.Demikian juga dalam akad ijarah sewa-menyewa. Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah menjelaskan, “Pemilik usaha wajib menentukan upah yang jelas. Ia tidak boleh mempekerjakan orang seperti itu yaitu tanpa upah yang jelas. Karena ini akan membawa kepada perselisihan dan permusuhan. Karena ini merupakan bentuk upah yang majhul tidak jelas, maka tidak diperbolehkan” Fatawa Nurun alad Darbi, 1 1481.Dan dibolehkan tidak menyebutkan harga dengan pasti ketika akad, ketika harganya sudah sama-sama diketahui. Syaikh Abdullah Al-Jibrin rahimahullah mengatakan, “Contohnya jika ada orang berkata, “Saya ingin beli beberapa kantong ini, tolong ambilkan 10 buah dengan harga yang sama seperti di pasar”. Di sini tidak jelas berapa harganya. Para ulama khilaf tentang jual-beli seperti ini. Namun yang lebih tepat, jual-beli seperti ini boleh jika harganya sudah diketahui secara urf. Ulama yang melarang hal ini mereka mengkhawatirkan termasuk dalam jual beli yang majhul tidak jelas” Syarah Akhsharul Mukhtasharat, 25 13.Wallahu a’lam. Semoga pembahasan syarat dan rukun jual beli yang sedikit ini bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq was Juga Serba-Serbi Jual Beli Online Dalam Islam—Penulis Yulian PurnamaArtikel Kita sebagai manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi. Salah satu praktek yang merupakan hasil interaksi sesama manusia adalah terjadinya jual beli. Nah bagaimana jual beli dalam Islam? Islam mengatur sedemikian rupa dalam melakukan transaksi jual beli. Bahkan Islam melarang jual beli dengan adanya unsur penipuan, perjudian, pengukuran yang salah, praktik riba, dan lain sebagainya. Apabila dalam keseharian kita bergelut dengan transaksi jual beli, maka pengetahuan tentang jual beli menurut Islam perlu kita ketahui. Agar setiap transaksi jual beli yang Anda lakukan halal dan dapat Allah ridhai, silahkan simak ulasan artikel ini hingga tuntas. Pada artikel ini akan membahas pengertian, hukum, rukun dan syarat sah jual beli dalam Islam. Baca juga Rukun & Syarat Sah Jual Beli dalam Tinjauan Ilmu Fikih Berikut Ini Pengertian Hukum Jual Beli dalam IslamRukun dan Syarat Jual Beli dalam IslamRukun Jual BeliSyarat Jual Beli1. Adanya Kesepatakan Bersama2. Pihak Penjual Harus Bisa Menyerahkan Barang Kepada PembeliYuk, Subscribe Sekarang Juga!3. Barang yang Diperjualbelikan Harus Dimiliki Penjual4. Harga Barang Harus Diketahui5. Barangnya Harus DiketahuiJenis-Jenis Jual Beli dalam IslamRekomendasi Jual Beli Online Terbaik di Evermos Related posts Sumber Dalam bahasa Arab, kata “Al Bay” berarti jual beli, yang secara harfiah memiliki makna pertukaran atau mubadalah. Kata tersebut untuk menyebut penjualan maupun pembelian. Jual beli dalam Islam merupakan pertukaran sebuah barang untuk mendapatkan barang lainnya, atau mendapat kepemilikan dari suatu barang yang pembayarannya melalui suatu kompensasi atau iwad. Praktik jual beli dalam Islam sangat penting kedudukannya. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya aturan dan larangan yang tertulis dalam Al-Qur’an mengenai rukun dan syaratnya. Jangan sampai kita mempraktikannya dengan hal-hal yang Allah larang atau hukumnya haram. Rukun dan Syarat Jual Beli dalam Islam Jual beli dalam syariat Islam memiliki arti pertukaran suatu barang memiliki nilai dengan barang yang memiliki nilai lainnya atas kesepakatan bersama. Melihat pengertian jual beli dalam Islam ini, maka rukun jual beli ini perlu untuk Anda ketahui. Simak penjelasan mengenai rukun-rukun jual beli ini. Rukun Jual Beli Sumber Berikut ini beberapa ketentuan penting yang harus ada dalam rukun dan syarat jual beli dalam Islam Adanya pihak penjual dan pembeli yang bertransaksi Adanya arang atau jasa yang akan diperjualbelikan Harga yang dapat diukur dengan nilai uang atau barang lainnya Adanya Serah terima Semua rukun tersebut harus ada, apabila salah satu saja tidak terpenuhi, maka jual beli tidak dapat dilakukan dan hukumnya tidak sah. Syarat Jual Beli 1. Adanya Kesepatakan Bersama Sumber Suatu tindakan jual beli sah dengan syarat harus ada kesepakatan bersama. Hal ini berdasarkan surat An-Nisa ayat 29 yang berbunyi يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا Yā ayyuhallażīna āmanụ lā ta`kulū amwālakum bainakum bil-bāṭili illā an takụna tijāratan an tarāḍim mingkum, wa lā taqtulū anfusakum, innallāha kāna bikum raḥīmā Artinya”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” Pada zaman modern seperti sekarang ini, memerlukan tafsiran yang lebih luas mengenai kesepakatan bersama. Untuk contoh kasusnya, Anda ingin membeli minuman bersoda dari mesin. Tentunya hal ini sangat berbeda dengan transaksi jual beli yang umumnya terjadi antara dua orang manusia. Apakah transaksi itu sah menurut Islam? Untuk menjawab pertanyaan ini, berikut ini ada tiga pendapat dari para ulama mengenai kesepakatan bersama Kesepakatan bersama hanya dapat diungkapkan melalui kata-kata yang kita ketahui sebagai ijab kabul. Kesepakatan bersama harus diungkapkan melalui kata-kata dan dapat diungkapkan melalui tindakan yang telah biasa dilakukan. Selain melalui kata-kata, syarat jual beli dapat dipenuhi melalui sikap yang menandakan kesepakatan. Contohnya Anda membeli air minum botolan dan penjual tidak berbicara apa-apa selama transaksi. Jual beli ini tetap sah dalam Islam. Kesepakatan bersama dapat dicapai oleh apa pun yang menunjukannya, baik itu melalui kata-kata atau sikap. Jadi, kesimpulannya adalah transaksi jual beli menjadi sah ketika dapat memenuhi salah satu dari tiga poin syarat-syarat jual beli dalam Islam di atas yang telah dikaji dan dikemukakan para ulama dan pelajar ilmu fiqih. 2. Pihak Penjual Harus Bisa Menyerahkan Barang Kepada Pembeli Sumber Poin ini dalam syarat-syarat jual beli merupakan sesuatu yang sifatnya mendasar. Jual beli tidak sah jika barang yang diperjualbelikan tidak dapat diserahkan kepada pembeli. Yuk, Subscribe Sekarang Juga! Sebagai contoh, menjual burung yang masih terbang di langit atau menjual barang yang tidak dapat diambil karena barang berada di zona yang sedang diisolasi karena wabah penyakit. 3. Barang yang Diperjualbelikan Harus Dimiliki Penjual Sumber google/bersosial Hal ini melarang jual beli dimana seorang penjual menjanjikan barang yang sebenarnya tidak dimilikinya. Sebagai contoh, ada dua orang yang sedang berbincang, sebut si A dan B. A ingin membeli mobil dari teman B, sebut saja si C. Lalu B menjanjikan bahwa dia dapat membantu A membeli mobil milik C. A dan B melakukan ijab kabul. Selanjutnya B membeli mobil C dan menjualnya kepada A. Transaksi ini tidak sah dalam Islam karena B sebenarnya belum memiliki mobil tersebut ketika mereka melakukan serah terima. Bisa saja C menolak untuk menjual mobilnya kepada B, maka B tidak bisa memenuhi transaksinya pada A. Baca juga Bentuk Transaksi Jual Beli Menurut Syariat Islam Beserta Hukumnya 4. Harga Barang Harus Diketahui Sumber Informasi harga dari barang atau jasa yang dijual harus disampaikan dan diketahui pihak pembeli baik itu dengan cara diperlihatkan atau melalui penjelasan. Tentu saja harga barang ini merupakan sesuatu yang harus jelas. Agar proses transaksi dapat berjalan dengan lancar. 5. Barangnya Harus Diketahui Sumber Informasi tentang kondisi barang dapat pembeli ketahui dengan cara melihat langsung atau melalui deskripsi, dan audio-visual. Pembeli tetap dapat menolak melanjutkan transaksi jika komoditas yang terlihat ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya. Apabila barangnya ada yang cacat, atau ada yang kekurangan maka tidak sah jual belinya. Barang atau produk yang cacat akan berakibat kekecewaan pada konsumen atau pembeli. Jenis-Jenis Jual Beli dalam Islam Sumber Jual beli dalam Islam memiliki beberapa jenis yang terbagi dalam 3 kategori yaitu berdasarkan perbandingan harga jual dan beli, berdasarkan obyek dan berdasarkan waktu penyerahan barang atau dana. Terkait dengan perbandingan harga jual dan beli, jual beli ini terbagi pada 3 jenis, yaitu Murabahah jual beli dengan untung, Tauliyah jual beli dengan harga modal, dan Muwadha’ah jual beli dengan harga rugi. Dalam jual beli berdasarkan objeknya, jenis jual beli terbagi menjadi 3 jenis, yaitu Muqayadah barter, Mutlaq, Sharf mata uang. Terakhir berdasarkan waktu penyerahan barang/dana, jual beli terbagi menjadi 4 jenis, yaitu Ba’i bi thaman ajil cicil, Salam pesan, istishna pesan, istijrar. Rekomendasi Jual Beli Online Terbaik di Evermos Sumber Pada era digital saat ini, aktivitas jual beli sudah tidak lagi terselenggara sebagaimana lazimnya fisik seorang penjual bertemu dengan fisik seorang pembeli. Dengan hadirnya internet dapat mempermudah segala bentuk transaksi termasuk transaksi jual beli yang kemudian kita mengenalnya dengan sebutan jual beli online. Ada rekomendasi aplikasi reseller muslim terbesar di Indonesia yaitu aplikasi Evermos. Evermos adalah social-commerce muslim pertama di Indonesia yang berlandaskan sistem syariat Islam. Melalui platform ini, banyak konsumen di Indonesia, khususnya umat muslim yang dengan mudah mendapatkan aneka ragam produk-produk muslim melalui Anda, sebagai reseller. Dengan menjadi reseller, Anda akan mendapatkan 3 poin kebaikan. Antara lain mendapatkan penghasilan tambahan secara halal, menjalankan anjuran berniaga ala Rasulullah dan mampu berkontribusi besar dalam meningkatkan ekonomi umat. Jika Anda berminat menjadi reseller Evermos, silahkan klik Daftar Reseller Evermos Gratis di bawah ini. Daftar Reseller Evermos Gratis Semoga informasi ini dapat bermanfaat. Jangan lewatkan artikel menarik lainnya pada situs blog Evermos. Related posts

jual beli yang syarat dan rukunnya tidak terpenuhi disebut